Tuesday, December 13, 2011

Pendidikan Karakter


Saat ini baru 'booming' tentang pendidikan karakter. Di tiap sekolah diberikan alokasi waktu untuk pendidikan karakter. Apa sih itu karakter? Pembentukan karakter dimulai dengan pandangan seseoang. Pandangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki serta pengalaman hidupnya. Berdasarkan pandangan hidupnya tersebut akan terlihat pada cara berbicara dan bertindak. Dan yang paling utama adalah dalam cara bertindak atau bertingkah laku. Tindakan atau tingkah laku yang sering diulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Dan suatu kebiasaan akan menjadi karakter seseorang.
Kalau begitu kapan pendidikan karakter itu dimulai? Beberapa minggu yang lalu penulis bertemu dengan seorang guru SMK. Ia mengemukakan sungguh salat sulit merubah karakter anak-anak di sekolahnya. Sekolah tersebut telah mengalokasikan waktu khusus untuk pendidkan karakter. Hal ini sangat betul. Karena karakter yang merupakan hasil kebiasaan sudah tertanam sejak anak masih sangat kecil. Maka pendidikan karakter haruslah dimulai sejak usia dini. Hal ini sebenarnya sudah diketahui oleh para ahli pendidikan dan juga para pengambil kebijakan pendidikan di negara tercinta.
Kalau kita mencermati permendiknas no 58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini, salah satu unsur pokoknya adalah pendidikan karakter. Mengapa? karena salah satu sasaran pokok pendidikan anak usia dini adalah membentuk kebiasaan, seperti pembiasaan berkata jujur, menghormati perbedaan, mandiri dalam melakukan kegiatan untuk diri sendiri (cuci tangan, makan, membereskan mainan dan lain lain), berdoa sebelum berkegiatan dan sebagainya.
Masalah pendidikan karakter yang seharusnya dimulai dari usia dini, sayangnya banyak yang melupakan atau tidak mengerti. Mengapa demikian? karena sebagian (besar?) orangtua berpandangan bahwa pendidikan anak usia dini (khususnya TK atau usia 4-6 tahun) tujuan utamanya adalah anak-anak dapat membaca, menulis dan berhitung. Untuk memenuhi tuntutan pasar (karena pendidikan dipandang sebagai sebuah industri atau mencari keuntungan semata), maka para pengelola PAUD berlomba-lomba untuk dapat mencapai target mambaca, menulis dan berhitung yang seharusnya merupakan tanggung jawab dari sekolah dasar. Kalau tidak? sedikit sekali peserta didiknya. Tentu hal ini dipengaruhi pula oleh mentalitas para pengelola (guru) SD yang mau menerima anak di kelas 1 kalau sudah bisa membaca, menulis dan berhitung denganlancar. Maka pada saat mau masuk SD anak-anak sudah harus mengikuti test. Padahal hal ini juga bertentangan dengan peraturan yang ada.
Semoga pendidikan karakter tidak hanya menjadi slogan belaka. Semua kembali kepada kita para orang tua dan pendidik di negeri tercinta ini.

No comments:

Post a Comment